0

DOKUMEN PANJANG D-IV GIZI

Posted by Unknown on 02.28
UNTUK MENDAPATKAN NASKAH ASLI,,,
DOWNLOAD DISINI,,,

0

TUGAS MICROSOFT EXCEL

Posted by Unknown on 02.24
UNTUK MENDAPATKAN NASKAH ASLI,,

0

TUGAS POWERPOINT TANGGAL 29 OKTOBER 2013

Posted by Unknown on 21.17
Tentang "Kejadian Stunting Pada Anak Balita" >>> 
DOWNLOAD HERE

0

TUGAS POWERPOINT TANGGAL 22 OKTOBER 2013

Posted by Unknown on 21.14
Tentang "Sejarah Pertumbuhan, Kedudukan, dan Fungsi Bahasa Indonesia" >>>
DOWNLOAD HERE

0

TUGAS POWERPOINT TANGGAL 06 NOVEMBER 2013

Posted by Unknown on 20.46
Tentang "Tabel, Grafik, dan Diagram Kejadian Stunting Pada Anak Balita" >>>

0
Posted by Unknown on 19.59
Kadar Hemoglobin untuk penentuan Status Anemia Gizi Besi.

0
Posted by Unknown on 19.48
Pengembangan model perbaikan anemia gizi besi di sekolah untuk peningkatan prestasi akademik siswa

0
Posted by Unknown on 19.37
ANEMIA GIZI BESI

0
Posted by Unknown on 18.56
Vitamin C sebagai faktor dominan untuk  kadar  hemoglobin pada wanita usia 20 - 35 tahun

0
Posted by Unknown on 18.49
 EVALUASI GIZI MIKRO MELALUI SURVEY CEPAT ANEMIA GIZI IBU HAMIL PROVINSI NTB TAHUN 2013

0
Posted by Unknown on 18.28
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANEMIA GIZI BESI PADA TENAGA KERJA WANITA DI PT HM SAMPOERNA 

0
Posted by Unknown on 17.40

ANEMIA GIZI BESI

0
Posted by Unknown on 17.31
Anemia Gizi Besi 

0

UAS KOMPUTER D-IV GIZI

Posted by Unknown on 16.43

SEPUTAR ANEMIA GIZI BESI (AGB)
Menurut definisi, anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinik
            Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme kompensasinya
(4) tingkat aktivitasnya
(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia tersebut.
                Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2
      ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ).
Etiologi
  1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
         Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
1. Karena kekurangan zat gizi
 Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor                                                                                                                  
   luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
2. Karena perdarahan
       Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
3. Karena otoimun
 Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.

Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
  1.  kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
  2. sakit kepala, dan mudah marah
  3. tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
  4. pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
      
Klasifikasi anemia
                 Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
          Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
          Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
         Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
 (1) meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
 (2) penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                       
2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
                Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
           Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
Anemia aplastik
                Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.

Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)epistaksis (perdarahan hidung)
(3)perdarahan saluran cerna
(4)perdarahan saluran kemih
(5)perdarahan susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat
mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
Anemia defisiensi besi
                Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
 Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1)asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka  sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2)gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3)kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi,
bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga
sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar. Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
Anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
            Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
                Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar
juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air. Folat diabsorpsi
dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis
kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.

Daftar Pustaka
 1.   Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, widia medika, jakarta
 2.   http://www.majalah-farmacia.com
 3.   http://www.pediatrik.com
 4.   Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

0

DIARE

Posted by Unknown on 06.46
Defenisi Diare
Diare  adalah  pengeluaran  tinja  yang  sering  dan  abnormal.  Diare  berasal  dari
bahasa Yunani diarroia yang berarti mengalir terus (to flow through). Perubahan
transport air dan elektrolit dalam usus menyebabkan diare.

Diare dapat didefinisikan infeksi  lambung  dan  usus  dengan  pengeluaran  tinja  lunak  sampai  cair  tiga  kali  atau lebih  dalam 24 jam dan dapat disertai muntah. Kehilangan  cairan yang  abnormal  dan  berkali-kali  menyebabkan  dehidrasi.  Cara objektif  menentukan  derajat  dehidrasi  adalah  membandingkan  berat  badan  sebelum dan selama diare dan secara subyektif menggunakan kriteria WHO, kriteria Mortality
Morbidity Weekly Review (MMWR), skor Maurice King.

Untuk mendapatkan naskah asli,,


0

HIGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN JAJANAN DI KOMPLEKS USU, MEDAN

Posted by Unknown on 04.56
Makanan dan minuman merupakan 
kebutuhan pokok bagi manusia untuk 

mendukung kesehatan. Makanan yang 

dibutuhkan tentunya harus bernilai gizi baik. 

Selain nilai gizi, hal lain juga akan diperhatikan, 

seperti cara mengolah, kebersihan penjamah 

makanan, dan bagaimana makanan tersebut 

disajikan. Berbagai pilihan makanan dan 

minuman tersedia di berbagai tempat dengan 

kualitas yang bervariasi. Dapat dipastikan, di 

mana ada aktivitas manusia, pada tempat 

tersebut ditemukan penjual makanan. 

Kasus keracunan makanan di Sumatera 

Utara selama tahun 2004 tercatat 491 orang 

(POM, 2004). Kasus tersebut antaralain 

keracunan semur ayam dan mie goreng dan  

keracunan setelah makan nasi uduk, serta 

keracunan pada murid salah satu SD Kota 

Medan setelah minum susu yang dipromosikan 

ke sekolah tersebut. Kondisi ini menunjukkan 

bahwa penggunaan makanan yang tidak layak 

konsumsi masih terjadi di masyarakat.  

Peluang terjadinya kontaminasi 

makanan dapat terjadi pada setiap tahap 

pengolahan makanan. Berdasarkan hal ini, 

higiene sanitasi  makanan yang merupakan 

konsep dasar pengelolaan makanan sudah 

seharusnya dilaksanakan. Enam prinsip 

higiene sanitasi tersebut adalah (DepKes, 

2000): 

(1) Pemilihan bahan makanan. Bahan 

makanan yang dipilih harus mempertimbangkan 

beberapa hal, seperti batas kadaluarsa, 

terdaftar pada Depkes, dan bahan tersebut 

diizinkan pemakaiannya untuk makanan,     

(2) Penyimpanan bahan makanan. Penyimpanan 

bahan makanan bertujuan untuk mencegah 

bahan makanan agar tidak cepat rusak, 

(3) Pengolahan makanan. Pengolahan makanan 

meliputi 3 hal, yaitu peralatan, penjamah makanan, 

dan tempat pengolahan,

 (4) Penyimpanan makanan matang. Makanan matang yang 

disimpan sebaiknya pada suhu rendah, agar 

pertumbuhan mikroorganisme yang dapat 

merusak makanan dapat ditahan, 

(5) Pengangkutan makanan.  Cara pengangkutan 

makanan yang diinginkan adalah dengan 

wadah tertutup, 

6) Penyajian makanan. 

Makanan disajikan dengan segera, jika 

makanan dihias maka bahan yang digunakan 

merupakan bahan yang dapat dimakan. 

Higiene sanitasi makanan minuman 

yang baik perlu ditunjang oleh kondisi 

lingkungan dan sarana sanitasi yang baik 

pula. Sarana tersebut antara lain: (1) 

tersedianya air bersih yang mencukupi, baik 

dari segi kuantitas maupun kualitas, (2) 

pembuangan air limbah yang tertata dengan 

baik agar tidak menjadi sumber pencemar, 

(3) tempat pembuangan sampah yang terbuat 

dari bahan kedap air, mudah dibersihkan, dan 

mempunyai tutup. 

Higiene sanitasi adalah suatu upaya 

untuk menghindarkan diri dari penyakit. 

Secara defenisi higiene adalah usaha 

kesehatan preventif yang menitikberatkan 

pada kegiatan kebersihan individu dan 

kesehatan pribadi (Sihite, 2000). Sedangkan 

sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan 

cara mengatur faktor lingkungan yang 

berkaitan dengan transmisi penyakit (Anonimous, 

2003). Higiene sanitasi makanan minuman 

diperlukan untuk melindungi makanan dari 

kontaminasi maupun mikroorganisme penular 

penyakit. Tindakan saniter ditujukan pada 

semua tingkatan pengelolaan makanan 

minuman. 

Pengelolaan makanan minuman yang 

tidak higienis dan saniter dapat mengakibatkan 

adanya bahan-bahan di dalam makanan 

minuman yang dapat menimbulkan gangguan 

kesehatan pada konsumen.  Makanan minuman 

yang dikonsumsi dapat menimbulkan penyakit 

disebabkan 2 hal, yaitu makanan minuman 

tersebut mungkin mengandung komponen 

beracun, seperti logam berat, dan bahan 

kimia beracun. Hal yang kedua, makanan 

terkontaminasi mikroorganisme patogen 

dalam jumlah cukup untuk menimbulkan 

sakit. Mikroorganisme tersebut dapat  berasal 

dari proses pembusukan makanan, atau 

terdapat dalam makanan karena dibawa 

serangga seperti lalat, kecoa, dan tikus 

(Depkes RI, 1997). Beberapa penyebab 

penyakit tersebut antara lain:  Salmonella 

thyposa,  Shigella dysentriae, virus hepatitis, 

toksin dari bakteri seperti Clostridium 

botulinum, berbagai jamur, pewarna 

makanan, dan pengawet makanan (Depkes 

RI, 2000). Gangguan kesehatan yang terjadi 

berupa gangguan pada saluran pencernaan, 

dengan gejala mual, perut mulas, muntah, 

dan diare.  

Tempat umum biasanya menyediakan 

berbagai makanan minuman bagi orang yang 

beraktivitas di tempat itu. Penyediaan 

makanan minuman jajanan ini seharusnya 

memenuhi kriteria kesehatan yang telah ada 

di negara kita yaitu Keputusan Menteri 

Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes 

RI) No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang 

pedoman persyaratan higiene sanitasi 

Makanan Jajanan. Menurut Depkes (2004), 

makanan minuman jajanan adalah makanan 

minuman yang diolah oleh pengrajin 

makanan di tempat berjualan dan atau 

disajikan sebagai makanan siap santap untuk 

dijual bagi umum selain disajikan oleh jasa 

boga, rumah makan/restoran, dan hotel. 

Tempat penjualan makanan minuman 

dan penjamah atau pedagang makanan 

terutama pada tempat umum, merupakan 

bagian yang sepatutnya mendapat perhatian 

agar menyajikan makanan yang sehat dan 

aman. Salah satu tempat umum di mana pada 

tempat tersebut terdapat pedagang yang 

menyediakan berbagai makanan minuman 

jajanan adalah sekolah,  termasuk perguruan 

tinggi seperti Universitas Sumatera Utara 

(USU). Makanan minuman ini memang 

dibutuhkan, mengingat aktivitas di tempat 

tersebut terjadi dari pagi sampai menjelang 

malam. Ketersediaan makanan minuman 

dengan harga yang relatif murah ini sangat 

diminati oleh mahasiswa maupun masyarakat 

kampus lainnya. Selain harga yang murah, 

perlu juga kiranya kita mempertimbangkan 

higienis dari makanan minuman tersebut. 

Tentunya kita sangat menginginkan makanan 

minuman yang harganya terjangkau, higienis, 

dan dapat mendukung kesehatan tubuh. 

Pedagang makanan  minuman jajanan 

di kompleks USU berjumlah lebih dari 50 

orang, jumlah yang tidak sedikit ini tentunya 

perlu mendapat perhatian terutama pada 

faktor yang berkaitan dengan higinitas dari 

makanan minuman tersebut  apakah sudah 

memenuhi syarat kesehatan, karena lokasi 

berjualan, pengolahan makanan yang 

seadanya, dan kebersihan penjamah makanan 

merupakan faktor risiko terhadap gangguan 

kesehatan yang mungkin timbul. 

Untuk mendapatkan naskah asli,,




Copyright © 2009 NUTRITION MANIA All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.